Perlu Perubahan Pola Pikir dari Agraris ke Bisnis
Pola pikir agraris di desa terutama bagi perangkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) harus diubah menjadi pola pikir agraris industrialis dan bisnis, terlebih dengan pengembangan era industri 4.0 yang memberikan peluang lebih besar dan tantangan lebih besar lagi dengan berkembangnya media online, e-commerce dan sosial media.
Dengan begitu, cara-cara lama akan digantikan dengan cara yang lebih global, efektif , cepat dan cerdas berbasis Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (TIK) Revolusi indutri yang sebelumnya.
Tantangan utama yang harus dilalui dan dilakukan adalah perubahan pola pikir dan pola hidup dari masyarakat desa terutama para pengurus dan karyawan BUMDes karena dihadapkan kepada hal-hal baru baik secara pekerjan, perubahan metode dan alat bantu yang dibutuhkan untuk pengembangan dan kemajuan BUMDes masing-masing. Tidak jarang, BUMDes yang timbul tenggelam dalam perjalanan waktu pengembangannya.
Globalisasi dan mobilisasi akses terhadap data dan informasi ditunjang dengan pengembangan mesin-mesin yang bisa belajar sendiri menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan manajemen modern BUMDes. Percepatan pengembangan desa melalui BUMDes dengan tantangan utama pada transformasi sumber daya manusia untuk bisa melakukan manajemen usaha-usaha milik desa dengan baik dan berkembang, sangat membutuhkan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis data dan informasi yang cerdas, yang akan mempermudah para pengelola bumdesa dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari.
Tantangan berikutnya adalah integrasi dari data dan informasi dari berbagai macam usaha yang dimiliki desa untuk bisa dipertanggung jawabkan dan dilaporkan ke Badan Pengawas Desa secara keuangan dan bisnis.
Para pengelola BUMDes yang lebih banyak dari generasi muda, lanjutnya tentu sangat mengerti akan kebutuhan akan TIK termasuk SIM dalam mengelola BUMDes untuk sukses. Mereka sering dihadapkan kepada pola pikir beberapa pemuka desa yang belum mengerti TIK dan SIM tersebut merupakan investasi sekarang untuk bisa sukses sekarang dan di masa depan dalam mengembangkan bumdesa mereka.
Untuk itu, sosial Politik di desa pun merupakan tantangan tersendiri dalam menyediakan sumber daya manusia untuk menjadi pengelola dan karyawan bumdesa. Sebagian besar BUMDes mempunyai aturan untuk mengangkat karyawan dari masyarakat desa sendiri, yang sering sekali belum siap secara teknis dan mental untuk masuk dalam tataran pengelola dan karyawan BUMDes. Sehingga hal ini sering menimbulkan konflik antara pengurus inti (manajemen tingkat atas BUMdes) dengan masyarakat dan karyawan BUMDes yang belum siap secara teknis dan mental.
Lagi-lagi untuk penyedia dan pengembang TIK & SIM merupakan tantangan tersendiri, baik secara bisnis, teknis dan ekonomis. Sebagian besar perusahaan pengembang SIM lebih sering mengembangkan SIM untuk perusahaan berskala menengah atas, yang sangat siap untuk menerapkan SIM baik secara finansial maupun sumber daya manusia, yang sudah distandarisasi dan disaring dalam penerimaannya dari berbagai sumber daya manusia.
Ketika dihadapkan dengan BUMDes dengan hal-hal yang lebih majemuk dari sisi usaha dan lebih banyak tantangan dalam penerapan SIM. Maka hal ini akan mengurangi ketertarikan ekonomis perusahaan pengembang SIM untuk menggarap peluang bisnis SIM untuk BUMdes, jika ini terjadi maka bumdesa bisa terhadap pengembangan dan kemajuannya.
Ia mengusulkan cara-cara baru harus ditemukan untuk bisa terbentuknya sinergi antara semua pihak.
Pemikiran-pemikiran baru, kiat-kiat baru, aksi-aksi baru harus dijalankan demi suksesnya pengembangan BUMDes. Jangan sampai niat luar biasa pemerintah Indonesia dengan membangun desa gagal. Transformasi sosial, budaya, teknis dan non teknis segenap komponen desa harus dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar